Rindu Idhul Adha di Kampung





                             



Kalender bulan Juli sudah tersobek dan berganti Bulan Agustus,entah mengapa waktu berjalan begitu cepat,apa karena perasaanku saja atau memang Bumi sudah berputar begitu cepatnya sehingga hari hari berjalan begitu lincahnya ,seolah semuanya mendekati akhir dari sebuah  perjalanan.

 
( Setelah dipotong dikuliti )
Sebentar lagi dalam hitungan hari adalah Hari Raya Idhul Adha,aku memutuskan untuk Idhul Adha kali ini bisa pulang ke Kampung,kangen suasana Idhul Adha di desa dengan segala aktifitasnya.
                                       ( Daging dipotong2 dan siap untuk dibagikan)
Sudah berapa kali Idhul Adha kulewati di Bali,meskipun senang ketika Sholat Ied bersama ribuan umat Muslim Bali dan merasakan betapa ternyata di Bali ini yang mayoritas umat Hindhu,ternyata ketika berkumpul menjalankan Sholat Ied Jumlahnya bisa ribuan dan banyak dilakukan di Masjid masjid dan tanah lapang diseluruh pelosok Bali.

Hanya saja saya tidak bisa ikut menikmati moment ketika bersama sama ikut memotong Hewan Qurban seperti dikampung sendiri.
Entah seperti apa tradisi dikampungku ketika memotong hewan Qurban sekarang,apa masih seperti ketika aku di kampung dulu atau sudah berubah,yang aku dengar hanya tempatnya saja yang sekarang sudah berpindah tidak lagi di Belakang Balai Desa biar dekat dengan Sungai Liangan untk mencuci Jeroan.tapi lokasinya sekarang katanya di dekat Padepokan Pencak Silat di Dukuh Taman Sari.

Dulu menjelang Hari Raya semua keluarga sudah dibagi Karcis untuk ditukar daging Qurban dan dihitung berdasarkan jiwa,jadi walaupun bayi juga dapat jatah daging Qurban,bahkan tamu yang sedan bermalam dirumah penduduk juga termasuk dapat jatah daging Qurban.

Biasanya menjelang pemotongan Hewan selesai dan dikuliti kemudian mulai dipotong potong dagingnya,orang orang sudah siap berkumpul untuk menukarkan karcisnya dengan daging qurban.

Dan disnilah yang paling ramai,karena kadang orang orang suka berebut agar bisa mendapatkan dagingnya lebih dulu,karena sudah gak sabar ingin bikin sate kambing..he he..biasanya Ibu ibu dirumah sudah menyiapkan arang untuk bikin sate Kambing dan saat itulah dagangan Almarhum Kakek ku Mbah Pawiro yang paling laris manis di cari orang yaitu Arang dan Kipas,sekarang Kakekku sudah meninggal dunia,saya gak tahu siapa yang jual arang sekarang dikampungku.karena Pamanku Saryono ternyata tidak mau meneruskan usaha Kakek.

Satu hal lagi tradisi di Kampung adalah bagi mereka yang ber Qurban Kambing,disamping tetap dapat jatah daging Qurban,akan dapat jatah lebih yaitu Kepala Kambing dan Juga Paha kambing,kalau Qurban sapi saya gak tahu apa dikasih yang sama,karena kalau sapi ada yang sistimnya patungan,yaitu 1 ekor Sapi dibagi 7 orang,kalau dibagi Kepala dan Paha pasti rebutan deh mereka..ha ha ha.

Almarhum mertuaku dulu semasa masih hidup selalu bertugas sebagai Algojo favorite orang-orang yang ber Qurban,biasanya mereka minta mertuaku yang motong karena merasa lebih Afdol dan Doa nya lebih mantap..ha ha padahal doa sama saja yah..
Pisau pemotong juga selalu dirawat ketajaman nya,karena hampir setiap waktu dipakai,tidak hanya pas Hari Raya Qurban saja tapi sering juga dimintai tolong untuk memotong Kambing Aqiqah.
Konon kalau yang motong Bapak Mertuaku dagingnya gak prengus,kalau tentang ini saya percaya banget,karena ternyata memotong hewan itu ada aturan dan syaratnya dalam Islam,dan ternyata jika diikuti dengar benar dagingnya juga jadi enak dimakan dan tidak prengus.

Aku sudah gak sabar lagi untuk pulang dan menikmati Hari Raya Qurban di Kampung,meskipun untuk pulangku kali ini harus naik Bus,karena harga Tiket Pesawat yang semakin tidak terjangkau,tak apalah yang penting bisa pulang dan melampiaskan kangenku pada Anak dan Istri juga pada suasana dan tradisi yang pasti akan mengingatkanku pada masa masa kecil dulu,syukur-syukur bisa ketemu lagi sama teman-teman sepermainan yang dulu sama-sama ikut berebut daging Qurban dan kemudian Nyate rame-rame di Kebun..semoga

Denpasar 4 Agustus 2019


Share:

0 comments:

Posting Komentar